BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketentuan
yang menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1
Undang-Undang Dasar 1945.Eksistensi Mahkamah Agung ditetapkan setelah
diundangkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1947 tentang susunan kekuasaan
Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret
1947.Undang-Undang No. 7 tahun 1947 kemudian diganti dengan Undang-Undang No.
19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan Mahkamah Agung Indonesia
ialah pengadilan tertinggi. Undang-Undng No. 14 tahun 1970 tentang
"Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17 Desember
1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung
adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan
pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari
Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan
yang masing-masing terdiri dari:
1.
Peradilan Umum;
2.
Pemdilan Agama;
3.
Peradilan Militer;
4.
Peadilan Tata Usaha Negara.
Pembentukan
Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya memang diperlukan karena bangsa kita telah
melakukan perubahan-perubahan yang mendasar atas dasar undang-undang dasar
1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945.
Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system ketenegaraan,
yaitu antara lain dengan adanya system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks
and balance” sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku
sebelumnya.
Sebagai akibat perubahan tersebut, maka
perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin
terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain
bersifat sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.
Maka dari itu MA di bentuk agar (the supreme law of the land ) benar-benar
dijalankan atau ditegakan dalam penyelenggaran kehidupan kenegaraan sesuai
dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana Hukumlah yang menjadi factor
bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik
suatu bangsa.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian Mahkamah Agung?
2.
Bagaimana Kedudukan Mahkamah Agung?
3.
Jelaskan Wewenang dan Fungsi Mahkamah
Agung?
4.
Jelaskan Pengangkatan dan Pemberhentian
Hakim Agung?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mahkamah Agung
Mahkamah agung adalah lembaga tertinggi dalam system
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman
bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah agung membawahi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara.
1.
Landasan
Yuridis Mahkamah Agung[1]
Saat ini lembaga Mahkamah Agung
berdasarkan pada UU. No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman UU ini juga
telah mencabut dan membatalkan berlakunya UU No. 4 tahun 2004. Undang-undang
ini di susun karena UU No.4 Tahun 2004 secara substansi dinilai kurang
mengakomodir masalah kekuasaan kehakiman yang cakupannya cukup luas, selain itu
juga karena adanya judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pasal 34 UU No.4
Tahun 2004, karena setelah pasal dalam undang-undang yang di-review tersebut
diputus bertentangan dengan UUD, maka saat itu juga pasal dalam undang-undang
tersebut tidak berlaku, sehingga untuk mengisi kekosongan aturan/hukum, maka
perlu segera melakukan perubahan pada undang-undang dimaksud.[2]
B.
Struktur
Kelembagaan Mahkamah Agung
C.
Wewenang
dan Fungsi Mahkamah Agung
Menurut
Undang-undang Dasar 1945, wewenang Mahkamah Agung adalah:[3]
1. Mengadili
pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung,
kecuali undang-undang menentukan lain;
2. menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
3. kewenangan
lainnya yang diberikan undang-undang.
Sedangkan
Fungsi Mahkamah Agung menurut UUD 1945 ada 5, yaitu:
a.
Fungsi
Peradilan
Sebagai
Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas
membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan
kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI
diterapkan secara adil, tepat dan benar.
Disamping
tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan
memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.
1.
semua sengketa tentang kewenangan
mengadili. permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang
Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
2.
semua sengketa yang timbul karena
perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang
3.
Republik Indonesia berdasarkan peraturan
yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun
1985)
Erat
kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang
tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya)
bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
b.
Fungsi
Pengawasan
Mahkamah
Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan
diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan
yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan
Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).[4]
Mahkamah
Agung juga melakukan pengawasan :
1.
Terhadap pekerjaan Pengadilan dan
tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan
tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni
dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
1.
2.
setiap perkara yang diajukan kepadanya,
dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis
peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa
mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14
Tahun 1985).
3.
Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris
sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung
Nomor 14 Tahun 1985).
c.
Fungsi
Mengatur
Mahkamah
Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur
dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79
Undang-undang No.14 Tahun 1985).
Mahkamah
Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.
d.
Fungsi
Nasehat
Mahkamah
Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang
hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung
No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku
Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama
Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung
diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku
Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan
pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
Mahkamah
Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan
disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
e.
Fungsi
Administratif
Badan-badan
Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan
Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun
1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih
berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1)
Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah
Agung.
Mahkamah
Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan
tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Landasan
Yuridis Mahkamah Agung
Saat
ini lembaga Mahkamah Agung berdasarkan pada UU. No. 48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman UU ini juga telah mencabut dan membatalkan berlakunya UU
No. 4 tahun 2004. Undang-undang ini di susun karena UU No.4 Tahun 2004 secara
substansi dinilai kurang mengakomodir masalah kekuasaan kehakiman yang
cakupannya cukup luas, selain itu juga karena adanya judicial review ke
Mahkamah Konstitusi atas pasal 34 UU No.4 Tahun 2004, karena setelah pasal
dalam undang-undang yang di-review tersebut diputus bertentangan dengan UUD,
maka saat itu juga pasal dalam undang-undang tersebut tidak berlaku, sehingga
untuk mengisi kekosongan aturan/hukum, maka perlu segera melakukan perubahan
pada undang-undang dimaksud.
DAFTAR PUSTAKA
Soemaryono,
Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi Penegak Hukum,
Yogyakarta:
Penerbit Kanisius,1995
Komisi
Hukum Nasional Republik Indonesia, Peta Reformasi Hukum di
Indonesia
1999-2001: Transisi di Bawah Bayang-bayang Negara, Jakarta: Komisi Hukum
Nasional Republik Indonesia, 2002
UU no 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
UU no 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
[1] Soemaryono,
Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi Penegak Hukum, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius,1995. Hal 47
[3]
UU no 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar