Jumat, 19 April 2019

makalah mahkamah agung


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Ketentuan yang menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.Eksistensi Mahkamah Agung ditetapkan setelah diundangkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1947 tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.Undang-Undang No. 7 tahun 1947 kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan tertinggi. Undang-Undng No. 14 tahun 1970 tentang "Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari:
1.            Peradilan Umum;
2.            Pemdilan Agama;
3.            Peradilan Militer;
4.            Peadilan Tata Usaha Negara.
            Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar atas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system ketenegaraan, yaitu antara lain dengan adanya system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance” sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.
            Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. Maka dari itu MA di bentuk agar (the supreme law of the land ) benar-benar dijalankan atau ditegakan dalam penyelenggaran kehidupan kenegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana Hukumlah yang menjadi factor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa.

B.     Rumusan Masalah
1.            Apa Pengertian Mahkamah Agung?
2.            Bagaimana Kedudukan Mahkamah Agung?
3.            Jelaskan Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung?
4.            Jelaskan Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Mahkamah Agung
Mahkamah agung adalah lembaga tertinggi dalam system ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara.
1.        Landasan Yuridis Mahkamah Agung[1]
     Saat ini lembaga Mahkamah Agung berdasarkan pada UU. No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman UU ini juga telah mencabut dan membatalkan berlakunya UU No. 4 tahun 2004. Undang-undang ini di susun karena UU No.4 Tahun 2004 secara substansi dinilai kurang mengakomodir masalah kekuasaan kehakiman yang cakupannya cukup luas, selain itu juga karena adanya judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pasal 34 UU No.4 Tahun 2004, karena setelah pasal dalam undang-undang yang di-review tersebut diputus bertentangan dengan UUD, maka saat itu juga pasal dalam undang-undang tersebut tidak berlaku, sehingga untuk mengisi kekosongan aturan/hukum, maka perlu segera melakukan perubahan pada undang-undang dimaksud.[2]

B.     Struktur Kelembagaan Mahkamah Agung
https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/images/stories/kepaniteraan/struktur_organisasi_kepaniteraan_1024px.jpg
C.    Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung
Menurut Undang-undang Dasar 1945, wewenang Mahkamah Agung adalah:[3]
1.      Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain;
2.      menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
3.      kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.


Sedangkan Fungsi Mahkamah Agung menurut UUD 1945 ada 5, yaitu:
a.            Fungsi Peradilan
Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.
1.               semua sengketa tentang kewenangan mengadili. permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
2.               semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang
3.               Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

b.           Fungsi Pengawasan
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).[4]
Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
1.        Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
1.
2.        setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3.        Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
c.            Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.
d.           Fungsi Nasehat
Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
e.            Fungsi Administratif
Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman)




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Landasan Yuridis Mahkamah Agung
Saat ini lembaga Mahkamah Agung berdasarkan pada UU. No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman UU ini juga telah mencabut dan membatalkan berlakunya UU No. 4 tahun 2004. Undang-undang ini di susun karena UU No.4 Tahun 2004 secara substansi dinilai kurang mengakomodir masalah kekuasaan kehakiman yang cakupannya cukup luas, selain itu juga karena adanya judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pasal 34 UU No.4 Tahun 2004, karena setelah pasal dalam undang-undang yang di-review tersebut diputus bertentangan dengan UUD, maka saat itu juga pasal dalam undang-undang tersebut tidak berlaku, sehingga untuk mengisi kekosongan aturan/hukum, maka perlu segera melakukan perubahan pada undang-undang dimaksud.






DAFTAR PUSTAKA

Soemaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi Penegak Hukum,
Yogyakarta: Penerbit Kanisius,1995

Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Peta Reformasi Hukum di    
Indonesia 1999-2001: Transisi di Bawah Bayang-bayang Negara, Jakarta:  Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, 2002

UU no 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
UU no 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung














[1] Soemaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma bagi Penegak Hukum, Yogyakarta: Penerbit Kanisius,1995. Hal 47

[2] Ibid, Hal 47
[3] UU no 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
[4] UU no 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar