Selasa, 14 Mei 2019

psikologi studi islam



MAKALAH PSIKOLOGI STUDI ISLAM
Tentang
KONVERSI AGAMA

DOSEN PEMBIMBING :
Nelmi Hayati, MA

Description: LOGO STAIN

Disusun Oleh
Kelompok IX :
1.      Rahmad Husein Lubis
2.      Nur Sakiah
3.      Nafsiah



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
(STAIN MADINA)
T.A 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia hidup di dunia tidak lepas dari masalah kehidupan. Ada yang bahagia, maupun menderita, dan ada yang miskin dan adapula yang kaya. Dari perbedaan masalah tersebut terkadang menyebabkan seseorang mengalami kegoncangan batin, bahkan terkadang merasa putus asa. Untuk itu manusia akan mencoba atau berusaha untuk mencari pegangan atau ide baru, dimana disitu dia bisa merasakan ketenangan jiwa.
Dampak yang paling menonjol dari modernitas adalah keterasingan (alienasi) yang dialami oleh manusia. Alienasi muncul dari cara pandang dualisme, yaitu: jiwa-badan, makhluk-Tuhan, aku-yang lain, kapitalis-proletar. Akhirnya terjadilah gejala reifikasi atau pembedaan antar sisi dari dualitas tersebut. Ini disebut pula objektivikasi, yaitu manusia memandang dirinya sebagai objek, seperti layaknya sebuah benda.
Jika Anda membayangkan bahwa Anda terasing dengan orang-orang di sekitar Anda, mungkin Anda bisa mengalihkannya dengan sibuk dengan diri sendiri. Tetapi, bagaimana jika Anda terasing dengan diri Anda sendiri? Degradasi moral sering terjadi karena manusia tidak mampu mengatasi penyakit jiwa manusia modern ini. Narkotika, seks bebas, bahkan bunuh diri sering menjadi pelarian. Hidup tampaknya menjadi tidak berarti lagi. Mereka yang tertolong atau segera menemukan pencerahan dari kekelaman jiwa ini akan bangkit dan memeluk suatu keyakinan yang baru. Suatu keyakinan yang akan membuat hidupnya terasa lebih berarti, hidup yang bertujuan, yaitu kembali kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah, atau konversi. Dalam bahasa agama disebut pertobatan (taubat, metanoia). Konversi agama secara umum dapat diartikan dengan berubah agama ataupun masuk agama. Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.

Dari definisi tersebut dapat dibayangkan betapa sukarnya mengukur dan meneliti fakta konversi tersebut. Sama halnya dengan fakta-fakta psikis lainnya. Kita tidak dapat meneliti secara langsung proses terjadinya konversi tersebut, dan keadaan jiwa apa yang memungkinkan terjadinya peralihan keyakinan secara mendadak itu.
Oleh karena itu, pada makalah ini kami akan membahas atau menguaraikan masalah tentang Konversi Agama.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian konversi agama ?
2.      Apa saja faktor penyebab terjadinya konversi agama ?
3.      Bagaimana contoh nyata orang yang mengalami konversi agama ?
























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyebab Konversi Agama
Konversi agama menurut etimologi konversi berasal dari kata lain “Conversio” yang berarti: tobat, pindah, dan berubah (agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam kata Inggris Conversion yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion, to another).[1]
Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi.  Di antara para ahli tersebut adalah:
1.      Menurut William James William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience dan Max Heirich dalam bukunya Change of Heart menguaraikan pendapat dari para ahli yang terlibat dalam disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.
a.       Para ahli agama mengatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk Ilahi. Pengaruh supernatural berperanan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.
b.      Para ahli sosiologi berpendapat, bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor lain:
1)      Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun nonagama (kesenian, ilmu pengetahuan ataupun bidang kebudayaan).
2)      Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika dilakukan seacara rutin hingga terbiasa, misalnya: menghadiri upacara keagamaan, ataupun pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal, ataupun nonformal.
3)      Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, dan family
4)      Pengaruh pemimpin keagamaan.
5)      Pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi.
6)      Pengaruh kekuasaan pemimpin.
c.       Para ahli psikolog berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin , maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin.
Yang dapat dikategorikan sebagai faktor intern antara lain:
1)      Kepribadian.
Secara psikologis tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian William James ditemukan bahwa tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi dalam dirinya.
2)      Pembawaan.
Menurut penelitian Guy E. Swanson ditemukan semacam kecenderungan urutan kelahiran yang mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin. Sementara anak yang dilahirkan pada urutan tengah atau antara sulung dan bungsu sering mengalami stres jiwa.
Sedangkan yang termasuk dalam faktor ekstern antara lain:
a)      Faktor keluarga, kerekatan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat. Kondisi demikian menyebabkan batin seseorang akan mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya.
b)      Faktor lingkungan tempat tinggal. Yang termasuk dalam faktor ini adalah ketersaingan dari tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat yang menyebabkan seseorang hidupnya sebatang kara.
c)      Perubahan status. Perubahan status yang dimaksud dapat disebabkan oleh berbagai macam persoalan, seperti: perceraian, keluar dari sekolah atauperkumpulan dan lain sebagainya.
d)     Kemiskinan. Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan dunia yang lebih baik.

2.      Menurut Sudarno, selain faktor-faktor di atas, ia menambahkan empat faktor pendukung, yaitu:
a.       Cinta
b.      Pernikahan
c.       Hidayah

B.     Contoh Kasus Konversi Agama
Untuk memberikan gambar yang nyata dan mendalam mengenai proses konversi agama, kami akan mengemukakan beberapa contohnya, yakni:
Lie A Jang dan Zainab merupakan keluarga hasil kawin campuran.  Si suami berasal dari keluarga Cina peranakan, sedangkan isteri berasal dari Cirebon. Masyarakat kampong tidak mengetahui secara rinci, bagaimana keluarga itu terbina, sebab keduanya dalah pendatang. Mereka diterima dilingkungan ini, karena keduanya menunjukkan sikap yang baik.[2]
Dalam pergaulan penduduk setempat , si suami sudah akrab dengan panggilanAjnag , yang oleh anak-anak dan remaja disapa dengan Uwak Ajang. Demikian pula, si isteri akrab dengan panggilan Uwak Jen (mungkin kependekan dari Jenab). Keluarga itu sendiri tidak dikaruniai anak. Maka untuk mengatasi kesunyian , pernah mencoba mengambil anak familinya dari kampong asal. Namun, tidak bertahan lama. Akhirnya , keluarga itu kembali hidup berdua seperti sebelumnya.
Menurut para tetua kampong, keluarga itu sudah cukup lama menetap, yaitu sejak suaminya diterima menjadi pegwai diperusahaan tambang timah setempat. Tenaganya di butuhkan , tapi karena buta aksara, ia ditugaskan sebagai pembantu rumah tangga merangkap “tukang kebun”. Tempat tugas tetapnya menguru rumah dinas pejabat perusahaan. Sejak perusahaan masih dipegang oleh Belanda, hingga ke bangsa sendiri setelah merdeka, tugas sebagai tungang kebun dan pembantu rumah tangga tak pernah beralih. Namun, tampaknya ia mampu menakar kemampuan diri dan menyenangi pekerjaan itu yang dilakoninya hingga pensiun.
Sebagai masyarakat dikampung itu pergaulan Ajang seakan terbatas. Dalam upacara-upacara agama, ia tak mungkin turut serta, walaupun setiap hari lebaran para tetangga mengundan dan mengunjungi rumahnya. Di keluarga sendiri, Ajang dan isterinya tampak sudah mangubah kebiasaan hariannya. Selama berada dilingkungan tersebut, keluarga ini idak mengkonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan Islam. Padahal agama yang dianut kedua suami isteri itu sendiri tidak jelas.
Hidup di tengah-tengah masyarakat muslim dalam waktu yang cukup lama, tampaknya belum mampu mengubah keyakinan agama Ajang. Menurut pengakuannya , selama itu ia sama sekali tidak tertarik untuk beralih agama. Baginya yang penting dapat diterima masyarakat dan diterima dalanm pergaulan. Prinsip itu pula yang ia lakoni selama berada dilingkungan masyarakat kampung.
Namun , prinsip hidup yang sudah dipertahankannya itu akhirnya luntur juga. Dalam pengakuannya setiap tahun perasaannya selalu tersentuh oleh lantunan suara takbir. Saat-saat seperti itu ingatan kepada orang tua dan sanak familinya yang sudah entah dimana menjadi demikian rentannya. Tak terasa dalam kesendirian secara tak sadar air matanya menetes. Pengalaman batin yang seperti itu , selalu kembali selama tahun-tahun kehidupannya di kampung itu.[3]
Sebagai keputusan akhir ia pun berupaya mengadukan keluhan batinnya kepada pemuka agama setempat, menyatakan dirinya untk masuk Islam. Pada usia yang sudah setengah baya, ia pun beralih agama , dengan nama baru  yaitu Bujang. Sebagai pengiring, setelah upacara peresmian pindah agama, proses perkawinan keduanya pun dikukuh ulang.
Semua pengalaman keagamaan tu menurut  pengakuan yang bersangkutan ikut memberi ketenangan batin. Rasa keasingan yang dialami sebelumnya serta merta lenyap. Pada waktu-waktu shalat ia berusaha untuk hadir dilanggar bersama-sama penduduk. Dirinya seakan hidup kembali dalam suasana baru. Hingga meninggal ajang tetap setia dengan ajaran agama yang menjadi pilihan akhirnya.
Barangkali , cukup banyak kasus yang menyangkut konversi agama ini. Namun demikian menurut kajian psikologi agama, terjadinya perubahan arah tersebut takkan lepas dari penyebab utamanya, yaitu karena petunjua (Hidayat Ilahi), akibat penderitaan batin ataupu pilihan sendiri setelah malalui pertimbangan yang masak. Di awal-awal terjadinya perubahan itu, setiap diri merasakan kegelisahan batin. Sulit untuk menentukan secara spontan mana yang harus diikuti.
Kesulitan seperti itu adalah wajar, karena agam sebagai keyakinan menyangkut sisi-sisi kehidupan batin seseorang yang berkaitan dengan nilai. Bagi manusia ,nilai adalah sesuatu yang dianggap benar dan menyangkut pandangan hidup. Oleh karena itu, selain peka, nilai juga merupakan sesuatu yang perlu dipertahankan oleh seseorang. Bahkan, pada tingkat yang paling tinggi pemeluk keyakinan itu rela mempertaruh nyawa , demi mempertahankan nilai itu. [4]



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Konversi agama adalah merupakan suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku ke sistem kepercayaaan yang lain. Starbuck sebagaimana diungkap kembali oleh Bernard Splika membagi konversi menjadi 2 (dua) macam, yaitu: type valitional (perubahan secara bertahap) dan Ttype self surrender (perubahan secara drastis).
Faktor penyebab konversi agama adalah pertama faktor intern meliputi: kepribadian, emosi, kemauan, konflik jiwa, kebenaran agama, hidayah. Kedua faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pengaruh hubungan tradisi agama, cinta, dan pernikahan.

B.     Saran-saran
Demikianlah makalah ini kami buat. Apabila ada kesalahan baik dalam penjelasan maupun dalam penulisan, kami minta maaf. Kami mengharap kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi sumber rujukan sehingga menjadikan apa yang kami buat ini lebih baik di masa mendatang. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiiin.















DAFTAR PUSTAKA

Agama, Departemen. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro

Daradjat, Zakiah. 2005. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang

Jalaluddin. 2005. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Raharjo. 2002. Pengantar Ilmu Jiwa Agama.  Semarang: Pustaka Rizki Putra

Sururin. 2004.  Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada




[1] Daradjat, Zakiah. 2005. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Hal 89

[2] Jalaluddin. 2005. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 96

[3] Raharjo. 2002. Pengantar Ilmu Jiwa Agama.  Semarang: Pustaka Rizki Putra. Hal 134

[4] Sururin. 2004.  Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 141

Tidak ada komentar:

Posting Komentar